Sunday, July 29, 2007

KARIER SANG IBU RUMAH TANGGA

Ibu rumah tangga seringkali diidentikkan dengan wanita-wanita berdaster yang sibuk dengan urusan dapur, cucian, pekerjaan rumah tangga dan anak2, yang waktu2 senggangnya diisi dengan nonton telenovela/sinetron sampai ngerumpi dengan tetangga. Entah kenapa bagi saya pribadi, stereotif itu terasa “merendahkan”, dan karena begitu santernya digaungkan dalam berbagai media massa seperti TV, majalah, dll, akhirnya menimbulkan efek psikologis bagi wanita yang telah menikah yakni merasa minder jika memilih peran sebagai full time mother. Sehingga banyak wanita2 berpendidikan tinggi emoh dengan peran tsb, karena lebih bergengsi menjadi wanita karir. “Toh, anak-anak akan mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dengan kedua orangtuanya bekerja. Bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik, dst.”
Sebenernya gak ada yang salah dengan pilihan untuk jadi wanita bekerja atau full time Mother, selama kita "bertanggungjawab" dg pilihan kita itu (baca dulu dech: "Saat Ibu Memilih").

Saya hanya merasa “gerah” dengan imej ibu rumah tangga seperti yang sebutkan di atas, yang memberi kesan bodoh. Apakah ibu-ibu yang waktunya lebih banyak di rumah tidak bisa mengaktualisasikan dirinya sesuai pendidikan, kemampuan dan keahliannya? Apakah ibu rumah tangga hanya berkutat dengan urusan dapur-perut-rumah-anak saja? Padahal di negeri tercinta ini, ibu rumah tangga masih merupakan profesi dengan prosentase yang cukup besar, jadi juga sama-sama memegang peranan dalam masyarakat.

Esensi dari seorang ibu rumah tangga atau bahasa kerennya Full time Mother, adalah bagaimana seorang ibu berusaha “sepenuhnya” mendedikasikan waktunya untuk keluarga. Sepenuhnya bukan berarti seluruh denyut kehidupannya adalah untuk keluarga saja, tapi juga ada kesimbangan antara kebutuhan ibu sebagai diri pribadi, yang butuh aktualisasi, butuh belajar/menuntut ilmu, menekuni hobi, dst, dengan memenuhi kewajibannya sebagai ibu. Nah lho, bingung gak?

Isma’il Raji A-Faruqi berkata: “Karier sebagai ibu rumah tangga menuntut pendidikan yang sama atau malah lebih dibanding karier apa pun di luar rumah. Karena karier mulia ini bersangkutan dengan tugas merawat manusia, tua dan muda, dan ini adalah pekerjaan yang paling sulit di dunia.”

Sebenernya kalau dilihat-liat lagi, para ibu rumah tangga itu sendirilah (secara sadar gak sadar) telah membiarkan dirinya menjadi seperti stereotif media. Ibu membiarkan penampilan dirinya asal2an, malas belajar dan meng-upgrade dirinya. Lebih senang menghabiskan waktu luang dengan bersantai-santai, menonton tv sampai ngerumpi. Akhirnya karena pola tsb dibiarkan berulang sehingga menjadi kebiasaan. Karena terjebak rutinitas tsb, Ibu menjadi “lupa” bahwa sebagai seorang ibu, istri dan menjadi wanita seutuhnya membutuhkan proses belajar yang berkesinambungan (Long Life Learning).

Belajar disini, bukan sekedar belajar dalam pendidikan formal, tapi belajar dalam konteks “memperkaya” diri kita, baik secara spiritual, intelektual dan perbaikan tingkahlaku. Bagaimana kita dapat senantiasa menambah wawasan dengan banyak membaca, menambah ketrampilan/keahlian dengan mengikuti kursus, sekolah lanjutan atau pun belajar otodidak. Kita bisa belajar dari apa yang terjadi pada diri kita maupun mengambil hikmah dari pengalaman oranglain. Dan yang lebih penting adalah bagaimana kita belajar dari kehidupan itu sendiri, belajar dalam proses kita menjadi seorang wanita, menjadi istri, menjadi seorang ibu, belajar untuk mengenali diri kita sehingga kita tahu apa potensi terpendam kita.

Dalam suatu episode Oprah Show, Oprah mengajak kita melihat beberapa ibu rumah tangga yang menjadi milyuner karena memahami potensi dirinya dan pandai melihat peluang. Mereka menjadi pebisnis sukses yang berawal dari rumah. Sambil mengembangkan usahanya, para ibu itu tetap dapat mengurus anak2nya dengan baik. Dalam episode Oprah lainnya, seorang ibu rumah tangga dengan 8 anak sukses menggunakan metode homeschooling, tanpa ilmu dan wawasan yang luas mustahil ibu itu mampu menjadi guru anak2nya. Ada juga ibu2 yang begitu kreatif, di sela2 menunggu waktu anak pulang sekolah, ia membuat hiasan bantal, tas, dll dan omset penjualannya cukup fantastis. Ada ibu yang total menjadi full time mother, setelah anak2nya cukup besar, ia kembali berkarier, membuat buku tentang pengalamannya menjadi ibu dan sukses menjadi pembicara di berbagai event. Ada juga ibu yang rutinitas mengantar-jemput anaknya mengilhami bisnis antar jemput, akhirnya dengan tambahan beberapa mobil, kliennya bisa mencapai ratusan anak. Dan sebenarnya masih banyak lagi cerita kesuksesan para ibu rumah tangga yang mampu memanfaatkan potensi dirinya dan peluang yang ada. Menjadi ibu rumahtangga bukannya semakin terperosok dalam kestagnanan. Begitu banyaknya yang dapat kita lakukan jika kita “mau” bergerak. (END)

(Home Sweet Home, 19 Juli 2007)
Dari seseorang yg sdg belajar menjadi ibu...

No comments: