Seorang wanita secara fitrah memiliki naluri kewanitaan yang lembut dan penuh kasih sayang. Setelah mengikat janji dalam pernikahan yang suci, pastinya ada keinginan untuk segera memiliki buah hati tersayang, walaupun ada juga yang masih ingin menunda karena suatu hal. Dan ketika saat itu tiba, ketika dalam rahim menunjukkan tanda-tanda kehidupan, kebahagiaan yang tak terhingga bagi wanita mulai menggelora dalam dada. Hari demi hari berlalu dan perut pun semakin membesar, seiring itu pula calon ibu mulai mempersiapkan segala hal untuk bayinya yang akan lahir. Dan akhirnya sang bayi pun terlahir ke dunia. Semakin lengkaplah kebahagiaan menjadi wanita seutuhnya.
Hari-hari bersama bayi mungil di hari-hari pertama kehidupannya adalah fase-fase penuh pembelajaran. Bayi belajar untuk bernafas dengan hidungnya sendiri, tidak lagi tergantung pada ibunya seperti dalam rahim dulu. Ketika lapar, tak ada lagi tali pusat ibu tempat menyalurkan makanan, bayi pun harus belajar menyusui, bagaimana mengisap dengan benar, dst. Dan bagi ibu baru, memiliki seorang bayi (apalagi jika anaknya kembar), juga menimbulkan kekhawatiran tak bisa memberi yang terbaik untuk sang buah hati. Saat itulah peran suami dan keluarga besar sangat dibutuhkan untuk mendampingi sang ibu baru, belajar menjadi ibu sesungguhnya. Sehingga di awal2 pemulihan ibu paska melahirkan, ia pun bisa mempersiapkan diri menjadi ibu, beradaptasi dengan perannya yang baru, menikmati saat-saat berharga bersama si kecil yang begitu mungil dan menggemaskan. Dengan begitu, sang ibu baru pun tak sampai mengalami baby blues apalagi sampai mengalami depresi paska melahirkan.
Bagi wanita bekerja, saat cuti mulai usai, timbul dilema yang baru, yakni pilihan untuk menjadi ibu dan tetap bekerja atau melepas karir dan sepenuhnya mengasuh sang buah hati. Pilihan yang sama sulitnya, karena keduanya tentu memiliki konsekuensi yang sama beratnya. Antara kebutuhan untuk mengaktualisasi diri dan mendapatkan income sendiri atau menjadi full time mother agar si kecil cukup mendapat kasih sayang dan pengawasan, terlebih jika kita tak punya seseorang yang dapat diandalkan untuk mengasuh sang buah hati.
Pada akhirnya, apa pun pilihan ibu, yakinlah bahwa pilihan itu adalah yang terbaik. Setiap orang memiliki kondisi hidup yang berbeda, jadi yang terbaik untuk Anda belum tentu yg terbaik untuk oranglain, begitu pula sebaliknya. Jadilah dirimu sendiri, kenali dirimu dan berikan yang terbaik. Ibu tak perlu merasa sedih karena memilih tetap bekerja, karena Ibu masih tetap bisa menjadi ibu yang baik dan sukses berkarir meski tak sepenuhnya mendampingi si kecil. Saat ibu bekerja, harus ada orang yang dapat diandalkan untuk mengasuh sang buah hati. Sebaliknya, kalau Ibu sepenuhnya menjalani peran di rumah, bukan berarti harga diri Ibu berkurang(merasa minder) dan malah menjadi semakin terperosok karena tidak memiliki profesi dan penghasilan sendiri. Ingatlah, Ibu akan mendapatkan kebahagiaan tersendiri menikmati hari-hari berharga sepenuhnya bersama si kecil. Bukankah Anak adalah harta yang paling berharga? Merawatnya dengan sepenuh cinta kasih akan membantunya tumbuh berkembang dengan optimal, dan tumbuh menjadi anak yang percaya diri karena ia dicintai.
Keberhasilan menjadi Ibu bukan tergantung pada cukup tidaknya waktu yang diberikan pada anak. Sebaliknya aktualisasi diri juga tak harus dicapai melalui kerja full time di kantor. Ibu yang sukses, baik yang bekerja atau di rumah, adalah mereka yang menjalani perannya dengan target dan manajemen yang baik dan benar serta menjalin kedekatan yang optimal dengan sang buah hati. Setujuuuuuuuuuu???????? (END)
(Home Sweet Home, 15 Juli 2007)
dari seseorang yg sdg belajar mjd ibu
Sunday, July 29, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment