Thursday, September 20, 2007

MERASAKAN KEHADIRAN ALLAH


Ketika kita merasakan kehadiran Allah, secara otomatis kita akan menyadari bahwa Allah sedang mengawasi kita. Tentunya saat diawasi, kita tidak akan bernmiat apalagi sampai melakukan maksiat sekecil apa pun karena malu pada Allah yang senantiasa memperhatikan tindak-tanduk kita.

Bang Napi berkata: "kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat tetapi juga karena ada kesempatan". Siapa sih orang yang terang-terangan berbuat maksiat jika tahu ia sedang diawasi? Tak mungkin seorang murid berani mencontek saat ujian jika tahu guru yang mengawasinya sangat ketat dalam mengawasi murid-muridnya. Siapa yang nekad tidak pakai helm dan tidak memiliki kelengkapan surat jika tahu saat itu polisi lalu lintas sedang mengadakan razia. Kesempatan-kesempatan yang ada, bisa jadi tercipta karena merasa tiada yang melihat/mengawasi perbuatan kita. Sehingga kesempatan yang sekejab saja pun bisa memuluskan jalan maksiat kita, seperti pencopet yang berhasil mengambil dompet seorang ibu di tengah keramaian orang di pasar juga saat si pemilik pun lengah. Akhirnya pengawasan menjadi salah satu faktor yang dapat mengurangi kejahatan dan kemaksiatan, sehingga wajar jika manusia pun akhirnya bergantung pada faktor pengawasan untuk menjaga disiplin dan kelurusan bertindak. Lebih karena takut akan terkena sangsi atau hukuman.

Di sebuah hypermarket, seorang bapak muda yang mendorong troli berisi beragam kebutuhan pokok, di depan troli duduk anaknya yang masih batita. Dengan santainya sang bapak mengambil seraup lengkeng ke dalam saku celananya. Dari penampilannya terlihat bahwa sang bapak termasuk dari golongan keluarga menengah ke atas, sehingga ia sebenarnya mampu membeli, tapi entah kenapa ia tak merasa berdosa mengambil barang bukan miliknya, sekedar iseng, untuk icip-icip di jalan nanti. astaghfirullah...

Kebanyakan manusia percaya pada pengawasan kasat mata, sedangkan lupa pada kehadiran pengawasan Allah SWT. Kita lebih merasakan pengawasan-Nya terhadap hal-hal yang bersifat ibadah mahdhoh seperti puasa, shalat, dll. Kita tetap bisa menahan diri dari dahaga tenggorokan hingga detik-detik bedug berkumandang, karena takut puasa kita batal dan tidak diterima jika kita meneguk air sebelum adzan bergema. Begitu pula saat shalat, tidak ada yang melakukan shalat isya 3 rakaat misalnya karena menyadari Allah mengawasinya. Tapi anehnya, saat bekerja dan mendapatkan uang yang bukan haknya, apakah uang suap, dll, ia lupa akan pengawasan Allah. Begitu pula saat sedang berpuasa, dan mulut pun asyik menggunjingkan orla, ia pun lupa akan pengawasan Allah.

Tidak ada yang dapat meminimalkan maksiat dan dosa kecuali dengan meneguhkan kehadiran Allah dalam setiap gerak langkah kita, kapan pun, dimana pun, baik di saat sendiri (yang banyak memberi kesempatan dan peluang untuk bermaksiat) mau pun di tengah keramaian. Dalam setiap kondisi tidak ada bedanya bagi seorang mukmin, dia akan berpikir, berkata dan bertindak lurus tanpa cela karena tahu Allah bahkan lebih dekat dari urat lehernya sendiri. Wallahu'alam...