Monday, October 22, 2007

KETIKA IBU PERGI HAJI

Waahh…seminggu lagi ibu akan pergi ke Mekkah naik haji..berarti sebentar lagi aku akan menjelang kebebasankuu!!! Cihuyyy!!! Aku tak akan mendengar kebawelan ibu, aku tak perlu lagi misuh-misuh sendirian di kamar mandi atau bangun pagi-pagi sekali untuk mencuci pakaian yang seabrek-abrek. Saking gembiranya aku tak sadar ibu sedang memperhatikanku senyum-senyum sendiri. “Ngapain kamu senyum-senyum sendiri kayak orang gila! Tuh, air penuh, sayang kalau kebuang-buang!” ibu mengingatkanku dengan ketus…biasa…gaya khas ibu. Huuh.. ibu, gak bisa melihat orang lagi senang.

Sudah banyak rencana yang kurancang di kepalaku untuk mengisi hari-hari selama ibu tak ada di rumah. Ibu akan pergi selama 40 hari, rasanya cukup untuk menikmati kebebasan..huaahh…rencana pertama, aku ingin tidur setelah shalat shubuh sampai puasss…, lalu aku akan jalan-jalan ke rumah teman-temanku, kemudian aku ingin…ini..itu… banyak sekali mauku hingga aku pusing sendiri. Ahh..sudahlah nanti saja kupikirkan kalau ibu sudah berangkat. Lulus kuliah memaksaku harus pulang ke rumah, tak ada lagi tinggal di kos-kosan yang artinya tak ada lagi kebebasan. Di rumah, setiap hari aku harus menghadapi omelan-omelan, teriakan-teriakan dan segala kecerewetan ibu. Waktu aku masih di SMU, tiada hari tanpa bertengkar dengan ibu. Entah aku yang menyebalkan atau ibu yang memang sangat cerewet. Setelah aku kuliah aku menyadari mungkin itu adalah masa-masa remaja yang paling menyebalkan, pengaruh hormon. Semenjak kuliah, aku pisah dari ibu, tinggal di kos-kosan. Sungguh mengherankan, aku jarang bertengkar dengan ibu bahkan sering kangen dengan kecerewetannya. Kini, aku pulang lagi ke rumah. Sudah 2 bulan aku tinggal di rumah, ternyata ibu tak pernah berubah, still cerewet dan cuek.

Ibuku jauh dari tipe seorang ibu yang lembut, sabar dan suka memuji. Ibuku tak pernah basa-basi, kalau bicara nadanya kasar, hobi marah-marah, tetapi kalau mencela orang paling jagonya. Biar bagaimanapun, ibu tak pernah lalai dari tanggung jawabnya, bahkan sangat ketat dalam peraturan. Pernah sekali waktu kulihat kakakku yang pertama dipukuli ibu karena ketahuan jalan-jalan dengan seorang cowok… kata ibu jadi anak perempuan gak boleh gatel, centil and genit. Aku mempunyai 3 orang kakak. 2 perempuan satu laki-laki. Seiring waktu berjalan, ibu semakin kendur dalam memberlakukan aturan boleh tidaknya berpacaran. Kakakku yang ketiga tomboy sekali, maka itu ibu tak khawatir ia akan bermain-main dengan laki-laki. Sedangkan aku sendiri lebih banyak teman cowok daripada pacar. Mereka semua hanya teman. Ibu kelihatan semakin longgar terhadap adikku. Mungkin ibu sudah capek melarang kami agar tidak berpacaran. Yang sungguh mengherankan adalah perlakuan ibu sangat berbeda kepada 5 anak-anaknya. Ibu memang canggih, dia benar-benar memperlakukan kami sesuai karakter kami. Dulu, aku sering iri dan kesal pada adikku karena ibu begitu lembut padanya. Tetapi, seiring berjalannya waktu, aku mengerti kenapa ibu begitu berbeda memperlakukan aku dengan adikku. Adikku memang berwatak keras, kadang tak mau kalah, maka takbisa dilawan dengan kekerasan. Sedangkan ibu begitu disiplin dan keras dalam mendidikku dan kakak-kakakku. Hasilnya, kita memang jadi lebih tahu tanggung jawab masing-masing. Dibalik ketegasan dan cenderung kasarnya kata-kata ibu, tersimpan cinta yang begitu besar kepada anak-anaknya. Oh ya, kembali lagi ke rencana yang telah kususun bila ibu pergi haji. Aku masih sibuk dengan pikiranku, hingga tak terasa tiba hari H ibu berangkat haji.

Aneh, kukira aku akan merasa super senang ketika melepas kepergian ibu, ternyata aku menangis sedih juga ketika melepas ibu. Ibu sih, masih senyum-senyum saja. Kelihatannya ibu memang sudah sangat menantikan bertamu ke rumah Allah, wajahnya begitu ceria. Sebelum berangkat, dengan style-nya , ibu tetap memberi perintah apa saja yang harus kulakukan selama ibu tak ada di rumah. Yah, ternyata segala rencana yang kususun keliatannya harus buyar, karena ibu mengharuskan aku yang mengambil alih tanggung jawabnya selama ibu tak di rumah……hhhhhh….. well..there’s nothing I can do about it, at least aku tak akan mendengar omelan-omelan ibu.

Akhirnya hari kebebasan itu tiba, hoaahhmmm…. Masih jam 5 pagi, sudah shalat shubuh, aku sudah niat akan tidur lagi, bangun sekitar jam 6-an, baru berangkat ngantor. But, brak…brak… kedamaian itu telah buyar, adikku memintaku menyetrika bajunya. Waduuhh… bete sih, tapi apa boleh buat!!! Kuuurungkan niatku untuk tidur lagi, karena ayahku mengingatkanku untuk mencuci baju dan menyiapkan sarapan, waduh hampir lupa, aku juga harus beli sayuran dan lauk-pauk, oh my GoD!!!! Hampir lupa, every weekend, aku juga harus masak….!!! Gawat, sepertinya no more freedom nih.

Hari-hariku jadilah kuisi dengan berbagai rencana apa saja yang harus kulakukan setiap hari dan harus memasak apa dengan budget yang ditinggalkan ibu, cukup gak cukup harus cukup. Tak pernah kupikirkan sebelumnya, betapa pusing menjadi seorang ibu, a leader sekaligus an accountant, manager and… chef!!! …. Wuiiih….. baru seminggu ditinggalkan ibu, aku hampir saja give up.. tapi mau give up ke siapa???.. ibu sudah memberikan mandatnya kepadaku… dan baru kali ini aku merindukan kehadiran ibu, kecerewetannya, kegalakannya, kecuekannya, ohh..ibu, menelpon saja jarang…. Kelihatannya ibu sangat bahagia di sana. Dan akhirnya, aku sadar, betapa sulit menjadi ibu ibu yang perfect tentunya. Hingga 40 hari, aku benar-benar belajar bagaimana mengatur rumah tangga, itupun dengan bantuan adik dan kakakku. Sedangkan ibu, she did it alone, only by herself. Ibu, maafkan aku yah, selama ini selalu menyusahkan ibu dan jarang menghargai usaha ibu.

Empat puluh hari sudah lewat, akhirnya ibu pulang, dengan suka cita kusambut ibu, suka cita yang sesungguhnya. Wajah ibu begitu ceria bersinar. Ibu sampai kebingungan sendiri melihatku menyambutnya dengan penuh suka cita. “lho, bukannya kamu seneng ibu gak di rumah??””, hahahha, sungguh menohok perkataan ibu, tapi kubilang bahwa aku kangen semua yang ada pada ibu, seluruh paket yang ada di ibu, baik kecerewetannya, kebawelannya, atau kepiawannya memasak. Sekali lagi, I can’t live without my mom, and aku tak akan menjadi begini kalau bukan kasih sayang ibu yang tersembunyi dibalik ketegasannya. Welcome home ibu……